Sunday, August 1, 2010

Banda Naira, surga kecil di Timur Indonesia

detikcom - Jakarta, Pulau
kecil ini pernah menjadi
tujuan para pelaut Asia
dan Eropa. Saat itu
rempah-rempah sama
berharganya dengan
emas. Benteng-benteng
kuno, pelabuhan dan
rumah tua bergaya
kolonial, menjadi saksi
bisu bahwa pulau kecil di
Maluku Tengah ini pernah
jadi pusat perekonomian
dunia. Inilah Banda Naira,
secuil surga kecil di Timur
Indonesia.
Banda Naira tidak besar.
Bisa dijelajahi dengan
berjalan kaki selama 3
jam. Jalan aspal
menghubungkan seluruh
Pulau. Kendaraan roda
empat bisa dihitung
dengan jari. Selain
kendaraan dinas milik
pemerintah dan polisi,
tidak ada warga yang
memiliki mobil.
"Mau ke mana pakai
mobil? Di sini selain dinas,
tidak ada yang pakai
mobil. Naik sepeda, pakai
ojek atau jalan kaki saja,"
ujar Zainuddin, seorang
warga Banda Naira saat
berbincang dengan
detikcom, Kamis
(30/7/2010).
Pulau kecil ini juga
menyimpan sejarah
perjuangan kemerdekaan
Indonesia. Tokoh-tokoh
pergerakan seperti
Muhammad Hatta dan
Sjahrir pernah diasingkan
di Banda Naira. Rumah
bekas peninggalan
mereka pun masih
terpelihara dan dijadikan
museum. Siapa saja bisa
belajar sejarah di sini.
Berjalan kaki sekitar 15
menit ke arah Barat,
Benteng Belgica berdiri
kokoh. Lengkap dengan
meriam-meriamnya yang
mengarah ke laut. Kondisi
benteng masih sangat
baik. Pengunjung bisa
naik ke atas menara
benteng dan melihat laut
lepas dan Pulau Banda
Naira dari atas benteng
yang dibangun pada abad
ke-17 ini.
Jika hari sudah beranjak
senja, berjalanlah ke arah
dermaga. Matahari
perlahan tenggelam,
meninggalkan semburat
warna yang menawan di
langit luas beralaskan
laut.
Untuk mencapai Banda
Naira, ada kapal feri yang
berangkat setiap dua
minggu sekali dari
pelabuhan Tanjung Priok,
Jakarta. Selain itu bisa
juga dicapai lewat Ambon
dengan kapal cepat. Kini
ada penerbangan yang
melayani rute Ambon-
Banda Naira, satu minggu
sekali.
Urusan penginapan, ada
beberapa alternatif. Hotel
rata-rata bertarif Rp
300-400 ribu permalam.
Tapi jika ingin hemat, ada
beberapa losmen nyaman
yang tarif permalamnya
hanya Rp 100 ribu.
Untuk makanan, harganya
memang lebih tinggi dari
Pulau Jawa. Sekali makan
bisa habis Rp 20 sampai
30 ribu. Wajar saja, biaya
mengirimkan bahan
makanan ke sini memang
tidak murah. Tapi jika
sudah jauh-jauh ke sini,
sirup pala dan ikan bakar,
jangan sampai
dilewatkan.
Saat Sail Banda 2010,
pulau kecil ini kembali
menjadi tempat
persinggahan kapal-kapal
dari seluruh dunia.
Namun kini tidak ada
meriam yang mengarah
ke pantai. Atau
persaingan menguasai
rempah-rempah di
Maluku. Hanya tersisa
jabat tangan dan senyum
persaudaraan dari seluruh
dunia di Banda Naira.

No comments:

Kekuatan Hijau Lidah Buaya: Rahasia Kesehatan Alami

Dalam pelukan alam tersembunyi rahasia kesehatan yang telah lama dihargai sejak zaman kuno, lidah buaya atau Aloe vera, tanaman serbaguna ya...