Tampilkan postingan dengan label sail banda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sail banda. Tampilkan semua postingan

Senin, 02 Agustus 2010

Tidak ada preman di tanah lahir beta

detikcom - Ambon, Jika
masih ada yang berpikir
Kota Ambon rawan dan
tidak aman, sebaiknya dia
berpikir ulang dan segera
mengecek sendiri kondisi
ibukota provinsi Maluku
itu saat ini. Ambon kini
sudah kembali ke sifat
aslinya, seperti sebelum
kerusuhan tahun 1999,
yakni rasa aman dan
persaudaraan yang sangat
kental.
Setidaknya kondisi itu
dialami sendiri oleh
detikcom, saat meliput
rangkaian acara Sail
Banda 2010, Sabtu
(31/7/2010). Setiap orang
di jalan-jalan bertegur
sapa dan saling melempar
senyum ketika
berpapasan.
Soal keamanan bagi para
pendatang, Ambon juga
seakan memberi jaminan
keamanan. Setidaknya hal
ini detikcom rasakan saat
bersama-sama teman
wartawan lain berjalan di
pusat kota pada tengah
malam.
Saat kami menyusuri Jl
Diponegoro sampai Gong
Perdamaian di Jl Sultan
Hairun, tidak sedikit pun
gangguan yang kami
alami. Hal yang mungkin
tidak bisa dirasakan
ketika justru berada di
ibukota Jakarta.
Bahkan, saat kami
bersama-sama mengobrol
di warung kopi, seorang
pemuda dengan gampang
ikut nimbrung dengan
obrolan santai. John,
pemuda itu, juga berani
memberi jaminan kalau
kota kelahirannya itu
aman buat pendatang.
"Di sini kalau jalan
sampai pagi, tidak ada
yang berani
mengganggu," kata John.
Hal itu pun memang
benar-benar terjadi saat
saya menumpang ojek
kembali ke penginapan di
Ahuru, berjarak 10 km
dari pusat kota. Obrolan
dengan pengemudi ojek
saat melewati jalan-jalan
gelap, tidak sedikit pun
membuat saya berpikir
bahwa ia akan bertindak
jahat.
"Di Ambon sendiri tidak
preman, Mas," kata Opan,
pengemudi ojek.
Ia mengatakan, kalau
kemudian banyak teman-
temannya yang menjadi
preman di kota-kota
besar di luar Ambon, itu
semata-mata dikarenakan
karena tuntutan
kebutuhan hidup yang
sulit didapat.
"Ya mungkin namanya
orang kesulitan cari
makan, jadi begitu," kata
Opan sambil menyebut
beberapa kelompok
preman yang ia tahu di
Jakarta.
Bahkan ketika kami sudah
sampai di penginapan,
pengemudi ojek itu
mematikan mesin
motornya dan masih
menyelesaikan sisa cerita
di perjalanan. Saat
menerima ongkos, ia
langsung memasukkannya
ke dalam saku, tanpa
mengecek jumlahnya.
"Terima kasih, selamat
bersenang-senang di Kota
Ambon," kata ayah dua
anak itu sambil berlalu.
Indikasi perilaku
premanisme hanya kami
temukan saat hendak
menyebrang ke Pulau
Seram dari pelabuhan
Unimua, satu jam
perjalanan dari pusat
kota. Di pelabuhan kecil
itu, seorang pria yang
tidak beseragam petugas
membentak-bentak para
calon penumpang yang
membawa kendaraan agar
segera memasukkan
kendarannya ke dalam
kapal. Dia pun meminta
pungutan liar.
"Ah, kalau di kota sudah
tidak ada seperti itu,"
kata Yusri, sopir yang
kerap mengantarkan kami
ke lokasi-lokasi peliputan.
Yusri adalah salah satu
saksi mata kerusuhan di
Ambon tahun 1999. Saat
kerusuhan pecah, ia
memutuskan untuk
mengungsi ke Papua lalu
ke Manado selama satu
setengah tahun lebih. Di
dua kota itu dulu dia
bekerja serabutan. Kini,
setelah semuanya damai,
ia menjalani pekerjaan
sebagai sopir mobil
sewaan.
"Saya juga tidak tahu
kenapa dulu bisa begitu
(rusuh)," kata dia sambil
berharap kejadian yang
membenamkan tanah
kelahirannya tidak
terulang lagi.
Dalam sebuah
kesempatan, Gubernur
Maluku Karel Albert
Ralahalu mengatakan,
salah satu tujuan Sail
Banda 2010 adalah
menunjukkan kepada
dunia luar bahwa Maluku
sudah aman. Jauh dari
potensi ancaman
keamanan, apalagi
kerusuhan. Dan itu benar-
benar kami rasakan.

Resep dan 1.000 jenis ikan di sail banda

Sail Banda
2010 Resep dan 1.000 Jenis
Ikan disaji dalam Makan
Patita
M Hanafi Holle :
detikNews
detikcom - Ambon, 2010
Resep masakan dari ikan
disiapkan. Tidak
tanggung-tanggung, ikan
yang diolah pun ada 1.000
jenis. Semuanya itu
disajikan dalam makan
patita alias makan
bersama yang menjadi
rangkaian acara Sail
Banda 2010.
“Ini menunjukkan bahwa
Maluku memang layak
sebagai lumbung ikan
nasional, ” ujar ketua
panitia makan patita,
Surya Sabirin, kepada
detikcom di sela-sela
acara makan patita, Jl
Said Perintah, Ambon,
Minggu (1/8/2010).
Surya yang juga Kepala
Dinas Tanaman Pangan
Maluku ini menjelaskan,
ada tiga agenda penting
dalam pelaksanaan
makan patita. Ketiga
agenda tersebut adalah
pemecahan rekor MURI,
makan patita dengan 2010
resep ikan dari 1000 jenis
ikan yang disajikan, serta
lomba menu ikan sehat
dan bergizi.
“Menu yang ikan yang
disajikan berasal dari
seluruh kelurahan dan
kabupaten yang ada di
kota Ambon dan Maluku,
dan lokasi makannya
sepanjang 300-an meter, ”
sambung Surya.
Gubernur Maluku Karel
Albert Ralahalu
mengatakan, makan
patita merupakan tradisi
orang Maluku yang
dilakukan untuk merajut
kebersamaan orang
bersaudara. "Ini juga
adalah cerminan kasih
sayang antar sesama
orang Maluku," ujarnya.
Kegiatan ini, lanjut Karel,
menunjukkan kearifan
lokal orang Maluku
sekaligus sebagai agenda
Sail Banda 2010. "Kami
harapkan Sail Banda ini
akan mempertemukan
masyarakat nasional dan
internasional dalam
bingkai orang basudara,"
katanya.
Sementara itu, Menko
Kesra Agung Laksono
yang membuka acara
mengharapkan Sail Banda
2010 serta makan patita
ini dapat mengangkat
sektor perikanan yang
jadi andalan Maluku. "Ini
sektor andalan Maluku.
Makanya layak jika
Maluku dijadikan sebagai
lumbung ikan nasional,"
ucap Agung.
Makan patita juga dihadiri
Menteri DKP Fadel
Muhammad dan Wakil
Menterinya Alex
Retraubun, Ketua KNPI
Pusat Ahmad Doly Kurnia
dan sejumlah pejabat
tinggi lainnya.
Acara semakin meriah
dengan kehadiran band
Mercy USA dan sejumlah
tarian khas daerah
Maluku. Makan patita ini
memecahkan rekor dan
karenanya dicatat di
museum rekor Indonesia
(MURI) dengan nomor
4433.

Indahnya senja di Ambon manise

detikcom - Ambon, Jam
menunjukkan pukul 18.00
WIT. Saat yang tepat
untuk melarikan diri
sejenak dari keramaian
Kota Ambon.
Menyaksikan matahari
tenggelam adalah pilihan
tepat untuk menutup hari
yang melelahkan.
"Mau lihat matahari
tenggelam dari atas Kota
Ambon?" tawar Charles,
sopir kami, Mingggu
(1/8/2010).
Kami mengiyakan, Charles
pun memacu mobil kami
ke arah Timur Kota
Ambon.
Tujuannya Karang
Panjang, atau Karpan. Itu
sebutan warga Ambon
untuk tempat yang kami
tuju.
Tidak butuh waktu lama
untuk mencapai Karpan.
Jalanan mulus dan tidak
begitu
ramai, hanya 15 menit
kami sudah sampai.
Di Karpan berdiri tegak
patung wanita memegang
tombak sambil
memandang ke arah
Teluk Ambon. Patung
perunggu ini adalah
patung Christina Martha
Tiahahu, pahlawan
nasional asal Ambon yang
gagah berani. Pada usia
17 tahun dia sudah
mengangkat senjata
melawan Belanda.
Benar kata Charles,
pemandangan dari Karang
Panjang luar biasa indah.
Matahari perlahan mulai
tenggelam di Teluk
Ambon. Semburat warna
merah mewarnai langit. Di
kejauhan saya bisa
melihat Kapal USS Mercy
yang sedang bersandar.
Kapal milik Angkatan Laut
AS ini sedang berada di
Teluk Ambon dalam
rangka misi sosial Sail
Banda 2010.
Di sebelah selatan, lampu-
lampu kota mulai
dinyalakan, menambah
semarak
pemandangan Kota
Ambon. Saya menikmati
setiap detik dari
pemandangan ini sebelum
langit benar-benar gelap.
Senja di Ambon Manise
akan menjadi kenangan
yang tidak terlupakan.

Ngerujak di pantai Natsepa, Ambon

detikcom - Ambon, Siang
itu udara cukup terik di
Pantai Natsepa, Ambon.
Melihat aneka buah segar
di jejeran pedagang rujak
di depan pantai, timbul
keinginan untuk mencoba
rujak Natsepa yang
terkenal.
"Dicoba kaka, ini rujak
Natsepa," tawar Lena,
seorang pedagang rujak
di Pantai Natsepa pada
saya, Minggu (1/8/2010).
Satu porsi rujak harganya
Rp 7 ribu. Aneka buah
dipotong dan dicampur
sambal
rujak. Saat mencoba,
rasanya manis dan sedikit
pedas. Bumbu kacang
yang digerus kasar masih
terasa di lidah. Hmm
nikmat. Mantap dimakan
di hari yang terik.
"Memang rujak ini sudah
terkenal. Jelang Sail
Banda, tenda-tenda
dibuat khusus, jadinya
lebih meriah," terang
Lena.
Pantai Natsepa ramai
dikunjungi wisatawan.
Terutama saat akhir
pekan. Mulai dari
rombongan keluarga
hingga ABG bersantai
menghabiskan waktu libur
mereka di pantai yang
indah ini. Khusus
pasangan muda-mudi,
rujak Natsepa ini dimakan
sepincuk berdua. Kalau
sudah begini, serasa
pantai milik sendiri, yang
lain hanya ngontrak.
Selain rujak, para
pedagang dengan ramah
menjajakan penganan
khas Ambon. Mulai dari
pisang goreng, sukun
goreng hingga sagu
manis, dijual di sini.
Harganya sangat
terjangkau.
Natsepa mudah dicapai
dari Kota Ambon.
Letaknya sekitar 14 km.
Hanya berkendara selama
30 menit, sudah sampai.
Kendaraan umun pun ada
yang melewati pantai
Natsepa.
Saat Sail Banda, Pantai
Natsepa menjadi tempat
kejuaraan selancar angin.
Pantai ini pun makin
semarak dengan aneka
layar berwarna-warni.

Minggu, 01 Agustus 2010

Banda Naira, surga kecil di Timur Indonesia

detikcom - Jakarta, Pulau
kecil ini pernah menjadi
tujuan para pelaut Asia
dan Eropa. Saat itu
rempah-rempah sama
berharganya dengan
emas. Benteng-benteng
kuno, pelabuhan dan
rumah tua bergaya
kolonial, menjadi saksi
bisu bahwa pulau kecil di
Maluku Tengah ini pernah
jadi pusat perekonomian
dunia. Inilah Banda Naira,
secuil surga kecil di Timur
Indonesia.
Banda Naira tidak besar.
Bisa dijelajahi dengan
berjalan kaki selama 3
jam. Jalan aspal
menghubungkan seluruh
Pulau. Kendaraan roda
empat bisa dihitung
dengan jari. Selain
kendaraan dinas milik
pemerintah dan polisi,
tidak ada warga yang
memiliki mobil.
"Mau ke mana pakai
mobil? Di sini selain dinas,
tidak ada yang pakai
mobil. Naik sepeda, pakai
ojek atau jalan kaki saja,"
ujar Zainuddin, seorang
warga Banda Naira saat
berbincang dengan
detikcom, Kamis
(30/7/2010).
Pulau kecil ini juga
menyimpan sejarah
perjuangan kemerdekaan
Indonesia. Tokoh-tokoh
pergerakan seperti
Muhammad Hatta dan
Sjahrir pernah diasingkan
di Banda Naira. Rumah
bekas peninggalan
mereka pun masih
terpelihara dan dijadikan
museum. Siapa saja bisa
belajar sejarah di sini.
Berjalan kaki sekitar 15
menit ke arah Barat,
Benteng Belgica berdiri
kokoh. Lengkap dengan
meriam-meriamnya yang
mengarah ke laut. Kondisi
benteng masih sangat
baik. Pengunjung bisa
naik ke atas menara
benteng dan melihat laut
lepas dan Pulau Banda
Naira dari atas benteng
yang dibangun pada abad
ke-17 ini.
Jika hari sudah beranjak
senja, berjalanlah ke arah
dermaga. Matahari
perlahan tenggelam,
meninggalkan semburat
warna yang menawan di
langit luas beralaskan
laut.
Untuk mencapai Banda
Naira, ada kapal feri yang
berangkat setiap dua
minggu sekali dari
pelabuhan Tanjung Priok,
Jakarta. Selain itu bisa
juga dicapai lewat Ambon
dengan kapal cepat. Kini
ada penerbangan yang
melayani rute Ambon-
Banda Naira, satu minggu
sekali.
Urusan penginapan, ada
beberapa alternatif. Hotel
rata-rata bertarif Rp
300-400 ribu permalam.
Tapi jika ingin hemat, ada
beberapa losmen nyaman
yang tarif permalamnya
hanya Rp 100 ribu.
Untuk makanan, harganya
memang lebih tinggi dari
Pulau Jawa. Sekali makan
bisa habis Rp 20 sampai
30 ribu. Wajar saja, biaya
mengirimkan bahan
makanan ke sini memang
tidak murah. Tapi jika
sudah jauh-jauh ke sini,
sirup pala dan ikan bakar,
jangan sampai
dilewatkan.
Saat Sail Banda 2010,
pulau kecil ini kembali
menjadi tempat
persinggahan kapal-kapal
dari seluruh dunia.
Namun kini tidak ada
meriam yang mengarah
ke pantai. Atau
persaingan menguasai
rempah-rempah di
Maluku. Hanya tersisa
jabat tangan dan senyum
persaudaraan dari seluruh
dunia di Banda Naira.

Air hangat dari Pulau Seram

detikcom - Seram, Minyak
kayu putih seakan sudah
akrab bagi sebagian besar
masyarakat. Terlebih bagi
mereka yang memiliki
anak balita. Para orang
tua kerap membalurkan
minyak kayu putih di
bagian tubuh anak yang
mengalami sakit, atau
hanya sekadar
membalurkannya untuk
menghangatkan badan
sehabis mandi.
Mungkin kebanyakan
orang menyangka minyak
kayu putih berasal dari
kayu dari pohon kayu
putih (Melaleuca
Leucadendra). Namun
anggapan itu salah,
minyak itu adalah saripati
daun-daun pohon kayu
putih yang didapat lewat
proses penyulingan.
Detikcom yang ikut dalam
perjalanan Sail Banda 2010
memiliki kesempatan
mengunjungi Pulau
Seram, Maluku.
Penyulingan minyak kayu
putih rata-rata masih
menggunakan cara
tradisional, yakni dengan
memasak daun-daun kayu
putih di dalam sebuah
tong besar. Hal ini seperti
yang dilakukan Ode,
warga Kotania,
Kabupaten Seram Bagian
Barat, Sabtu (31/7/2010).
Di tengah-tengah puluhan
hektar lahan yang
ditanami pohon kayu
putih, Ode, sedang asik
mengawasi daun-daun
pohon direbus dalam dua
tong besar berdiameter 1
meter dan dengan tinggi 1
meter. Kayu dari pohon
justru ia gunakan sebagai
bahan bakarnya.
"Butuh delapan jam, agar
minyak bisa menguap,"
kata Ode.
Di dua tong itu tengah
direbus masing-masing
400 kg daun. Tong
tersebut di tutup rapat,
namun di bagian atasnya
diberi pipa yang
mengarah ke bawah
sampai ujung pipa lebih
rendah dari dasar tong.
Di sebelah masing-masing
dua tong rebusan itu juga
diberi tong yang diisi air
untuk mendinginkan pipa
yang menyalurkan uap,
sehingga uap itu
mengembun.
Hasilnya, dari ujung pipa
itu keluarlah minyak kayu
putih yang masih
tercampur dengan air.
Minyak kayu putih yang
belum murni itu
ditampung dalam sebuah
jeriken.
"Di jeriken ini bisa
dibedakan mana minyak
dan mana air. Minyak di
atas, dan air di bawah,"
kata Ode sambil
membocorkan sedikit
bagian bawah jeriken
sehingga air itu keluar.
Untuk lebih memurnikan
lagi, biasanya minyak dari
jeriken itu disaring lagi
dengan menggunakan
bantalan kapas.
"Dari 400 kg tiap tong,
bisa didapat 3,5 kg
minyak murni," kata Ode.
Ode mengatakan, minyak
kayu putih hasil
penyulingan itu biasanya
dijual ke para pengepul
yang mendatangi tempat-
tempat penyulingan.
Setiap kilogram minyak
dihargai Rp 130.000,-
Oleh para pabrik, minyak
kayu putih itu diolah
dalam bentuk kemasan-
kemasan yang banyak
dijumpai di pasaran.
Begitulah minyak yang
kerap dibalurkan di tubuh
Anda berasal. Untuk
mengetahui
kemurniannya, Anda perlu
merasakan sendiri saat air
hangat dari Pulau Seram
itu keluar dari pipa
penyulingan.

Megahnya benteng Belgica di Banda Naira

detikcom - Maluku,
Benteng dari batu setinggi
10 meter itu masih
terawat baik. Dulu di
benteng inilah Vereenigde
Oostindische Compagnie
(Perserikatan Perusahaan
Hindia Timur) atau VOC
mempertahankan
monopoli perdagangan
rempah-rempah di
Maluku. Itulah Benteng
Benteng Belgica, pusat
pertahanan VOC di Banda
Naira.
Benteng ini awalnya
adalah benteng milik
Portugis yang didirikan
sekitar tahun 1611.
Namun setah Portugis
keluar dari Banda, VOC
membangun benteng di
atas benteng peninggalan
portugis ini. Kondisi
benteng dipugar habis-
habisan menjadi sangat
megah dan kokoh pada
zamannya. Detikcom
berkesempatan
mengunjunginya dalam
rangkaian pelayaran
Lintas Nusantara Pemuda
Remaja Bahari (LNRPB),
Kamis (29/7/2010).
Benteng ini berbentuk
segi lima. Di setiap
sudutnya terdapat
menara pengawas dengan
jendela pengintai.
Beberapa meriam
mengarah ke laut. Siap
menghancurkan lawan
yang mendekat dari laut.
Saat itu bola-bola besi
yang dimuntahkan
meriam, sanggup
mengkaramkan kapal-
kapal yang mendekat.
Dulu benteng ini sanggup
menampung 50 orang
tentara dan
perlengkapannya. Pada
tahun 1796, Benteng
Belgica diserang dan
berhasil direbut oleh
pasukan Inggris.
Dari atas benteng,
pemandangan Pulau
Banda dan Pulau Gunung
Api yang terletak di
depannya, terlihat jelas.
Saat matahari tenggelam,
pemandangan sangat
indah. Jika berkunjung ke
Banda Naira,
sempatkanlah
mengunjungi benteng ini.
Letaknya hanya 15 menit
berjalan kaki dari
pelabuhan Banda Naira.
Rasakan kemegahan
benteng dan kejayaan
Banda naira di masa lalu.

5 Makanan Sehat untuk Lansia : Menjaga Kesehatan dan Vitalitas di Masa Tua

Di usia lanjut, menjaga kesehatan dan vitalitas menjadi sangat penting. Salah satu cara yang efektif adalah dengan memperhatikan pola makan....