Wednesday, May 21, 2008

Pantai Singgilian




Sebuah tempat yang cukup bagus untuk dikunjungi, daerah ini memang masih benar benar alami nature, dengan potensi alam dengan landscape yang indah dengan hamparan pasir putih disepanjang garis pantai serta riak air yang begitu tenang. Suasana alam yang tenang dengan panorama alam yang eksotis! Untuk mencapai tempat ini diperlukan waktu 3 jam dengan kendaraan bermotor dari kota Palu sulawesi tengah ke arah utara dengan jarak sekitar 115 km lebih, setibanya di kecamatan Balaesang tepatnya di desa Labean akan terdapat papan petunjuk ke arah kiri untuk ke lokasi pantai ini dengan mengikuti jalan yang belum terlalu baik karena masih dalam pengerasan tetapi sudah cukup lebar untuk kendaraan roda empat, ke depan di harapkan untuk dapat segera selesai sehingga untuk akses kesana jadi lebih singkat lagi.
Dengan jalan bebatuan yang cukup mengganggu dan sedikit berkelok kelok untuk dapat mencapai lokasi pantai tersebut. Tapi hal itu tidak cukup mengganggu dengan panorama alam yang begitu indah yang akan disuguhkan.

Pantai Molui



Sama dengan pantai Singgilian, pantai Molui juga tidak kalah indahnya dengan letak pantai yang tidak terlalu jauh untuk dicapai karena tepat berada t di jalan poros trans sulawesi tepatnya berada di desa molui. Dari Palu yang berjarak ± 118km dengan waktu tempuh sekitar 3 jam saja. Daerah ini masih satu garis pantai dengan pantai Singgilian yang berjarak ±2km saja.

Dengan pemandangan alam yang cukup bagus serta suasana alam pedesaan dimana kehidupan berjalan damai jauh dari kesibukan serta hiruk pikuk perkotaan, suatu solusi tepat untuk ….back to nature

Friday, May 16, 2008

Anoa - Binatang khas Sulawesi

Anoa adalah hewan khas Sulawesi. Ada dua spesies anoa yaitu: Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis). Keduanya tinggal dalam hutan yang tidak dijamah manusia. Penampilan mereka mirip dengan rusa dan memiliki berat 150-300 kg. Anak anoa akan dilahirkan sekali setahun.

Seekor Anoa Dataran Rendah
Seekor Anoa Dataran Rendah

Kedua spesies tersebut dapat ditemukan di Sulawesi, Indonesia. Sejak tahun 1960-an berada dalam status terancam punah. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan dagingnya.

Anoa Pegunungan juga dikenal dengan nama Mountain Anoa, Anoa de Montana, Anoa de Quarle, Anoa des Montagnes, dan Quarle's Anoa. Sedangkan Anoa Dataran Rendah juga dikenal dengan nama Lowland Anoa, Anoa de Ilanura, atau Anoa des Plaines.

Dero, Tari Perdamaian Poso


Dero, Tari Perdamaian Poso


Palu (ANTARA News) - Dero, tarian dengan formasi melingkar yang diikuti ratusan orang, dikenal masyarakat Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng), sebagai tarian perdamaian.

Sudah delapan tahun lebih warga Poso merindukan tarian itu. Selama itulah aparat keamanan melarang pagelaran tarian itu karena alasan keamanan.

Kini pada Festival Danau Poso ke-11, Dero kembali digelar dan dipertontonkan meski hanya beberapa jam saja.

"Masyarakat berbagai suku dan agama bersatu padu kembali. Mereka nampaknya sudah melupakan konflik yang terjadi selama ini," kata Vega Silviana, warga Tentena, Poso, Selasa.

Peserta tari tersebut juga saling berpegangan tangan yang menandakan rasa persatuan dan persahabatan, meski sebelumnya tidak saling mengenal.

Dero biasanya dilakukan pada malam hari, seusai warga menghadiri acara pesta pernikahan atau acara lainnya.

Bahkan hingga menjelang matahari terbit, Dero masih tetap berlanjut. Tarian itu biasanya diiringi musik organ tunggal dengan dua penyanyi. Penyanyinya umumnya juga melantunkan lagu berbahasa daerah atau lagu populer lainnya dengan iringan irama agak cepat.

Tempo lagu yang agak cepat membuat penari Dero lebih bersemangat, bergoyang sambil berputar serah jarum jam atau sebaliknya.

Vega Silviana, menambahkan Dero juga berfungsi untuk mencari kenalan baru.

Dalam Dero, katanya, setiap orang bisa bebas masuk ke dalam lingkaran dan langsung menggandeng tangan. "Kita tidak pernah keberatan, soalnya tujuan Dero adalah untuk bergembira dalam suasana persahabatan yang kental," ujarnya.

Dia mengaku tidak mengetahui kapan Dero pertama kali dilakukan. "Dero sudah ada sejak saya kecil. Bahkan, beberapa daerah di Sulteng Dero juga dilakukan," kata gadis berusia 20 tahun itu.(*)

Thursday, May 15, 2008

Icon kota Palu

Jembatan Ponulele

icon dari kota ini mungkin bukan pada patung kuda yang menghadap ke arah laut...
tapi jembatan ini sebaiknya yang bisa jadi icon dari kota ini
tapi sayang dan sangat disayangkan....
jembatan yang semula tampak gagah...pada waktu siang hari ini
tapi malam hari tidak lebih menjadi tempat para PSK
Lebih lagi lampu lampu yang menyala pada waktu malam yang membuat jembatan ini tampak anggun
sekarang sudah mati bahkan pecah....
sangat disayangkan sekali....
"JADI SOBAT MARI JAGA ICON KOTA INI...."

Thursday, April 10, 2008

Tanjung Karang

Tanjung Karang terletak di Kabupaten Donggala, sekitar 37 Km arah timur laut dari Kota Palu. Untuk mencapai lokasi wisata Tanjung Karang dapat di tempuh dari Kota Palu dalam waktu kurang dari 1 jam, dengan menggunakan sepeda motor, angkutan umum atau mobil carteran yang biasa berangkat dari jalan Imam Bonjol dan Pasar Inpres. Akomodasi terdekat dengan lokasi adalah Harmony Cottage.


Pantai Tajung Karang

Perjalanan dari Kota Palu juga sangat menyenangkan. Bagi yang hoby fotografi bisa disiapkan kamera, karena disepanjang perjalanan akan mendapatkan pemandangan pantai Teluk Palu yang indah disebelah kanan sisi jalan. Sesampainya di Kota Donggala, pengunjung akan mendapati suasana yang damai dengan beberapa bangunan masih menggunakan arsitektur Belanda.

Untuk mencapai Pantai Tanjung Karang, pengunjung harus melanjutkan perjalanan sekitar 3 Km lagi. Dari jalur menuju pantai Tanjung Karang, pengunjung akan dapat melihat pemandangan Kota Donggala, lengkap dengan suasana pelabuhannya. Pantai Tanjung Karang yang putih sangat cocok untuk mandi dan berjemur. Pengunjung juga dapat melakukan snorkeling dan diving, untuk ini pengunjung dapat menyewa peralatan yang telah tersedia ditempat.

Taman lautnya juga masih alami, sehingga akan dapat dijumpai karang dan ikan-ikan hias yang indah.


Tampak dalam gambar, perahu yang digunakan wisatawan untuk melihat keindahan bawah laut.



Friday, April 4, 2008

5/01/08 18:34

Gubernur se-Sulawesi Bangun Terusan Khatulistiwa



Palu (ANTARA News) - Enam gubernur se-Sulawesi menggagas pembangunan "Terusan Khatulistiwa" yang memotong leher Pulau Sulawesi, guna mendorong percepatan pembangunan di kawasan tersebut.

Gagasan itu mencuat dalam Musyawarah Sulawesi IV--pertemuan dua tahunan enam gubernur dan 69 bupati/walikota se-Sulawesi di Palu, ibukota Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Selasa.

Gubernur Sulteng, Bandjela Paliudju, mengatakan pembangunan "Terusan Khatulistiwa" yang memotong daratan sekitar 30 kilometer di wilayah Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi-Moutong, Sulteng, ini akan memperpendek jarak transportasi laut dari wilayah timur Pulau Sulawesi menuju wilayah barat Indonesia, serta ke Filipina dan Malaysia.

Bahkan, lanjut dia, terbuka peluang kalau "Terusan Khatulistiwa" ke depan tidak hanya menjadi jalur lalu-lintas laut nasional yang ramai, tapi juga menjadi jalur internasional yang secara langsung memberi dampak pada pertumbuhan ekonomui wilayah Sulawesi.

"Gagasan ini akan dimatangkan untuk menjadi program bersama melalui Badan Kerjasama Regional Sulawesi," kata dia.

Pada kesempatan yang sama, Gubernur Gorontalo, Fadel Muhammad, mengatakan investor dari Singapura dan Korea telah diundang untuk menjajaki pembangunan "Terusan Khatulistiwa" tersebut.

"Namun, sebelumnya akan disusun studi kelayakan melibatkan banyak pakar dari berbagai disiplin ilmu," katanya.

Fadel menilai gagasan ini bukan sekadar mimpi yang sulit terwujud, sebab akan memberikan kontribusi besar terhadap kemajuan ekonomi daerah dan kawasan, bahkan nasional.

"Kita lihat saja nanti. Tapi, saya optimis dengan dukungan segenap pemerintah dan masyarakat Sulawesi (gagasan ini akan terwujud)," katanya.

Gagasan pembangunan "Terusan Khatulistiwa" yang memotong dari desa Tambu (Kabupaten Donggala) ke desa Kasimbar (Kabupaten Parigi-Moutong) sebenarnya pernah dilontarkan mantan Rektor Universitas Tadulako Palu dan mantan Gubernur Sulteng Prof Drs Aminuddin Ponulele MS pada tahun 1999.

Saat kampanye pemilu 1999 di desa Sausu (Kab.Parigi-Moutong) yang dihadiri Jurkam Nasional Siswono Yudohusodo dan Sofhian Mile, Prof Ponulele yang masih menjabat Wakil Ketua DPD Partai Golkar Sulteng ketika itu menyatakan kalau "Terusan Sulawesi" atau "Terusan Khatuliswa" strategis untuk diadakan, guna memperpendek jarak transportasi laut menuju negara Asia Timur dan Asia Fasifik.

"Tapi ini sebuah ide `gila` sebab membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan tolong jangan dulu dipublikasikan," katanya kepada ANTARA News saat itu.(*)

Lorjuk Madura: Kerang Kecil dengan Cita Rasa Besar

Di tengah keanekaragaman kuliner Indonesia, Lorjuk menonjol sebagai hidangan laut khas Madura yang memiliki cita rasa unik dan tekstur yang ...